Friday, October 3, 2008

Doing the best in life




Hari ini, tepatnya tanggal 4 Oktober 2008, tidak terasa aku boleh menginjak usia yang ke-32 tahun. “Cepat juga ya ternyata, perjalanan hidupku udah sedemikian jauh,” batinku mengatakan demikian. Kalau dipikir-pikir soal sedemikian jauh, aku jujur mulai berpikir iya ya, kalau misalnya aku cuman punya kesempatan hidup 60 tahun untuk hidup, itu berarti kesempatanku untuk berkarya dalam dunia yang glamour, gemerlap, dan gilang gemilang ini tinggal 28 tahun lagi. Wuihhhhh sedikit amat, tinggal separo, a half way already. Artinya tinggal babak kedua, babak pertama udah lewat, bahkan kelebihan 2 tahun sudah. Padahal, kalau aku boleh melihat kehidupanku sejauh ini, ternyata ada banyak hal yang ternyata masih belum aku kerjakan dengan maksimal. I haven’t done my best in life. Sometimes I still play with many things which are far away from doing the best in life. Well, apapun alasannya, waktu kan terus berjalan, detik terus berdetak, tahun terus berganti dan ternyata perjalanan dari satu kronos ke kronos yang lain begitu cepat. Jujur kadang aku agak sedikit membandingkan, gak usah jauh-jauh, kira-kira orang tuaku dulu waktu umur 32 udah ngapain ya? Udah mengerjakan apa dalam hidup mereka? Atau kakek nenek kita tempoe doeloe, kira-kira waktu mereka masih umur 32 tahun mereka udah mengerjakan apa dalam hidup mereka, atau lebih jauh lagi, kira-kira orang-orang yang hebat, yang mengisi sejarah dunia ini pada ngapain waktu mereka berumur 32 tahun ya? Jawaban pertama yang terlintas, aku teringat dua tokoh yang telah mengubah sejarah dunia. Pertama adalah Daud, dari catatan Alkitab jelas dikatakan waktu dia berumur 30 tahun (kira-kira) dia telah ditahbiskan menjadi raja Israel. Jadi dia udah mengawali karier dengan posisi yang ehmm luar biasa kalau kita ukur menurut standar keberhasilan seseorang di usia produktif dengan posisi CEO seperti itu. Yang kedua jelas terpikir di benakku adalah sosok Guru Agung kita, Tuhan Yesus Kristus, di dalam usia antara 30-33 tahun, Dia telah mengerjakan pekerjaan-pekerjaan Allah yang besar, yang mengubah sejarah hidup dunia ini. Ternyata dalam rentang usia 30 tahun-an, dua pribadi ini telah mengerjakan sesuatu yang sangat penting dalam hidup mereka, yaitu mengabdikan hidup mereka bukan untuk diri mereka sendiri tetapi untuk hajat hidup orang banyak, untuk kemanusiaan, berjuang untuk meletakkan fondasi kehidupan peradaban manusia yang penting yaitu mengabdi kepada Allah dan sesama. So, usia 32 tahun menurutku adalah waktu yang memang bukan waktu untuk bersenang-senang lagi, bukan waktu untuk duduk di bangku kuliah lagi, tapi waktu untuk berada di medan pertempuran di rimba peradaban dunia yang semakin keras, menggeliat bahkan berkecamuk semakin hebat. Coba lihat sebentar situasi global dunia hari ini, kira-kira dunia ini akan kemana? Situasi bukannya makin membaik tapi makin menggila…. What do you think guys?

Jadi, di hari ulang tahunku ini, aku benar-benar sedang berpikir keras, “Lord, what is the best things in life that You want me to do?” How can I do best to please You? Apakah pelayanan kepada jemaat-jemaat orang-orang muda adalah yang terbaik, ataukah pelayanan di antara kaum terpingirkan di Surabaya adalah yang terbaik, atau apakah mengajar di sebuah universitas walau cuman part time adalah yang terbaik, ataukah berkotbah, ataukah mengkonseling orang lain, ataukah berkeliling ke berbagai tempat untuk memberitakan FirmanMu ataukah masih ada hal terbaik yang lain yang jauh lebih layak dalam pandanganMu ya Allah? Kadang ketika aku melihat semua yang telah aku kerjakan dan sedang aku kerjakan dalam rentang usia sejauh ini, jujur aku justru telah melihat banyak kegagalan, ada banyak kemalasan, ada banyak kekecewaan, ada banyak kegamangan, ada banyak keputusasaan, ada banyak kebimbangan, ada banyak pergumulan batin yang tidak bisa diungkapkan, ada banyak perasaan almost give up… kalau boleh memilih mungkin melemparkan handuk putih adalah pilihan terbaik. Namun, ketika kurenungkan lagi, ternyata kok aku masih ada disini ya, kok aku udah berjalan sejauh ini,dan aku ternyata tidak jadi menyerah di dalam kesempatan yang lalu, tetapi kenapa aku bisa berjalan sejauh ini?

Well, di saat-saat seperti ini rasanya, Tuhan tidak akan pernah menjawab pertanyaanku, apa yang terbaik di dalam pandangan Tuhan untuk aku kerjakan dengan maksimal di dalam kehidupan? Karena ternyata Tuhan tidak peduli dengan seberapa hebatnya kita, Tuhan tidak mempermasalahkan seberapa banyak karya yang telah kita kerjakan dalam hidup kita, seberapa banyak harta yang berhasil kita kumpulkan, seberapa banyak posisi dan kursi kepemimpinan yang sudah kita duduki, Tuhan tidak pernah bertanya berapa banyak bahkan jiwa yang sudah kita menangkan? Atau impian dan idealisme kita tentang keberhasilan, kesuksesan, dan kebermaknaan yang sejati dalam kehidupan ini, karena ternyata Tuhan justru peduli dengan seberapa jauh kesetiaan kita kepadaNya, seberapa lama kita mau duduk di kakiNya, seberapa tulus kita menyembahNya bukan hanya di tempat-tempat ibadah yang formal dan ritualistik, namun seberapa besar mampu menerjemahkan kasih kita kepada Allah yang total itu kepada sesama kita? Ya, pada saat kita menyembah Allah pada saat yang sama kita harus mengasihi sesama, pada saat kita berjuang untuk menghasilkan sesuatu bagi Allah, pada saat yang sama panggilan itu harus terwujud dalam tindakan kasih kepada sesama. Lalu apakah artinya kita harus mengejakan sesuatu dengan sebaik-baiknya, bukankah mengembangkan talenta atau karunia atau kemampuan kita di segala bidang itu adalah untuk kemuliaan Allah? Benar, itu semua benar, belajar hingga S3, mengembangkan karier sampai puncak-puncak kekuasaan adalah baik, namun benarkah ketika kita mencapai semua itu, terbesit di dalam hati kita bahwa kita sedang melakukan itu semua untuk Allah? Untuk kemuliaan Allahkah? Atau kalau kita mau jujur ternyata kita melakukan semua itu hanya untuk diri kita, hanya untuk memuaskan ambisi kita, hanya untuk membuktikan bahwa aku mampu, aku ternyata bisa, aku ternyata dapat melakukan ini itu, bahkan dengan kekuatanku yang luar biasa tersebut? Saudara, pada saat kita mengatakan demikian maka, ternyata kita sedang mengatakan kepada Tuhan, ternyata aku bisa mengerjakan hal-hal yang besar dalam kehidupan ini, aku layak dapat kemuliaanMu, aku layak Engkau puji, aku layak Engkau hargai, karena aku telah berhasil mencapai semua yang Engkau ingin aku kerjakan dalam kehidupan ini.

Saudara pada saat kita mengatakan bahwa kita sudah melakukan yang terbaik, sebenarnya kita belum melakukan apa-apa, karena kita masih ada dalam batas-batas kemanusiaan kita, batas-batas keegoisan kita, batas-batas kemampuan manusia yang terbatas. Sesungguhnya ketika kita berniat untuk melakukan yang terbaik di dalam hidup kita namun pada saat yang sama kita gamang karena kelemahan kita, disanalah pintu anugerah dan kuasa Allah yang tidak terbatas akan turun atas kita. Pada saat kita ragu akan kuasa dan kemampuan kita ang terbatas, maka kuasa adikodrati akan dinyatakanNya. Kuasa dan anugerah serta penyertaan Allah yang kekal akan menolong kita untuk mengerjakan hal-hal yang mungkin di mata dunia adalah hal-hal yang konyol, tidak masuk akal, mustahil, namun bagi Allah semuanya mungkin. So, berarti apa kesimpulan dari ini semua? Bagaimana kita bisa mengerjakan yang terbaik dalam hidup ini? Ternyata ukuran keberhasilan itu bukan ada pada kita, tapi ada pada Allah, ingat bahwa kita adalah ciptaan dan Dialah Sang Pencipta, kita adalah pengisi sejarah, sedangkan Dia adalah Pencipta sejarah, kita adalah pelaksana peradaban, Allah adalah Alfa dan Omega, yang berhak mengakhiri peradaban. So, doing the best in life cannot separate from His Master Plan, His Perfect Plan, His Mistery of Life. Untuk mengetahuinya kita perlu datang kepadaNya dengan rendah hati, kita perlu bertanya kepadaNya dengan menyadari keterbatasan kita, kita perlu hikmat dariNya dengan mengatakan bahwa kita terlalu bodoh, kita perlu pengakuanNya bahwa tanpaNya kita tidak bisa melakukan apa-apa, kita membutuhkan anugerah dan kuasaNya untuk mengerjakannya karena kita adalah orang berdosa yang membutuhkan pengampunan dan penerimaan. Sama seperti Musa yang menerima panggilan Allah untuk mambawa bangsa Israel keluar dari Mesir setelah berulang kali mengakui ketidakmampuannya, Allah bertanya, “what do you have in your hand?” , “use it for My sake” . Sama seperti seorang anak kecil yang mempersembahkan lima roti dan dua ikan yang dipersembahkan kepada Allah, dapat berlipat kali ganda untuk kemuliaanNya. Sama seperti hamba yang mengembangkan talentaNya, mereka didapati setia dan benar, demikianlah, mengerjakan sesuatu yang terbaik dalam hidup adalah tentang mendengar panggilanNya, mengerjakan dengan maksimal apapun juga yang dipercayakan kepada tangan kita untuk mengerjakannya sekarang sampai kapanpun, dan setia mengerjakan panggilan itu sampai akhir hidup kita, sampai mati, sampai tetelestai, sampai penghabisan, sampai batas-batas kekuatan dalam diri kita akan lenyap, disitulah akhir dari kisah sejarah hidup kita akan mencapai kata penutup, dan Allahlah yang akan mengisinya dengan kata-kata, “anakKu, Aku bangga kepadamu, bukan karena hal apapun yang pernah kau kerjakan selama hidupmu, tapi karena Aku mengenalmu, dan Aku telah menebusmu kembali dengan darahKu, dan Aku bangga kepadamu karena engkau setia mengikuti panggilan dan jalan-jalanKu, kini masuklah dalam kebahagiaan yang kekal, Aku bangga karena engkau mengasihiku dan menyerahkan seluruh hidupmu kepadaKu, dan hanya kepadaKu.”
It’s all about Him.

October 4th, 2008 © Christopher Andios

KasihMu Cukup Bagiku

Kadang kita sulit mengerti:
“Mengapa dunia ini begitu kejam?”
“Mengapa aku harus mengasihi kalau pernah disakiti?”
“Mengapa aku sering dikecewakan.... ditinggalkan?”
“Mengapa aku harus berpisah dengan orang yang kukasihi?”
“Mengapa seolah-olah tidak ada yang memperhatikanku?”

Di tengah-tengah kegalauan hatiku… tiba-tiba suara itu terdengar…
“Mengapa engkau bertanya demikian hai anakKu?”
“Bukankah kasih karuniaKu cukup bagimu?”
“Tidakkah kau ingat akan Salib Lama itu?”

Di Salib itu...
Aku mengalami segala kepedihan, kepahitan, kesakitan bahkan ditinggalkan...
Kutanggung semua derita yang tidak pernah ada di dunia ini
Mungkin engkau tidak merasakan...
Ketika Aku berteriak, “Eli Eli lama sabakhtani?”

Di Salib itu...
DarahKu, TubuhKu, kupersembahkan ‘tuk menggantikanmu
“Bukankah engkau yang seharusnya ada disalib itu?”

Di saat kutersadar dari anganku...
Akupun segera berlutut dan berseru:
“Ampuni aku Tuhan yang lemah ini!”
KasihMu cukup bagiku...


By Christopher Andios February 2000

“AWAS VIRUS PORNOGRAFI MENGANCAM JIWA & KELUARGA ANDA!”


Selamat Datang di Cosmosexpolitan[1]
Ada sebuah kisah yang diceritakan oleh Stephen Arterburn dan Jim Burns yang mengikuti sebuah konferensi kaum muda di Atlanta di sebuah musim panas,
“Kami terheran-heran karena ada sejumlah pemuda yang berbicara dengan kami tentang permasalahan mereka dengan pornografi. Beberapa pria telah terpikat oleh Wildcat Lounge, sebuah bar yang letaknya di seberang hotel. Seorang pria mengungkapkan bahwa ia melihat tempat tersebut ketika memasuki hotel tetapi bertekad untuk menjauhinya. Namun di tengah malam ia terdorong untuk pergi ke sana dan menonton penari-penari telanjang. Majalah dan video tidak memuaskannya lagi, ia ingin melihat orang, bukan gambar. Ia mengerti, sungguh tidak masuk akal bahwa ia datang ke Atlanta untuk dibina menjadi pelayan Tuhan yang baik, tetapi ia tidak sanggup menjauhkan diri dari klub penari telanjang. Ironisnya, ia sangat terkejut ketika melihat sejumlah pendeta muda lain juga ada disana. Kisahnya seperti kisah lain yang pernah kita dengar, diawali dengan tertarik kepada pornografi pada usia dini.”[2]

Realita di atas mungkin tidak lagi jauh dari tempat dimana kita hidup hari ini. Atau bahkan tidak jauh dari realita kehidupan kita secara pribadi yaitu bergulat dengan pornografi, seks dan problematikanya. Jikalau kita melintasi jalan-jalan protokol di sepanjang kota-kota besar baik di Jakarta, Surabaya, Bali, Batam, maupun kota-kota besar di Las Vegas, New York, Sidney maupun Pattaya, Bangkok dan di seluruh dunia khususnya pada malam hari, kita akan melihat banyak kerlap-kerlip lampu di depan sudut-sudut Night Club, House of Clubbing, Adult Shop, Striptease Club dan tempat-tempat prostistusi lainnya yang semuanya bernuansa eksotik, sexy dan sensual. Semuanya menebarkan pesona seks, seks dan seks. Itu kalau dilihat secara jelas, namun bagaimana pesona seks yang tidak terlalu kelihatan (sembunyi-sembunyi) namun nyata bagaikan sebuah “virus yang mematikan” yaitu dengan pornografi sebagai sarana utama penyebarannya?

Mari kita coba perhatikan saluran TV lokal maupun internasional, di semua saluran itu, kita dapat melihat pesona dan nuansa seks yang semakin nyata dan vulgar. Film-film yang diputar di hampir semua saluran TV seperti Sex in the City, maupun gedung bioskop seperti Basic Instint dll, mengemas hal-hal yang berbau seks. Dan slogan-slogan seperti “Free Sex, Safe Sex dan One Night Stand” yang sangat mengagungkan seksualitas yang tidak sehat kini menjadi tidak asing di telinga kita. Belum lagi dengan media internet (world wide web), kita bisa mengakses ribuan bahkan jutaan gambar-gambar porno (daily updated) yang tersebar bebas memenuhi “atmosfir” muka bumi ini dengan seks, seks dan seks. Juga melalui media chatting channel, kini telah terjadi perselingkuhan atau hubungan seks maya (cybersex) di mana setiap orang dapat melakukannya dengan mudah, tinggal masuk saluran yang dipilih dan menjumpai seseorang dari balik komputer di seberang sana untuk mulai menjalin “seks dunia maya.”

Ya, selamat datang di Cosmosexpolitan. Dunia yang dipenuhi dengan “atmosfir seks” dan “virus” terbesar yang dipakai sebagai penyebarannya adalah pornografi melalui media audio visual: musik, majalah, koran, iklan-iklan, film-film porno yang beredar bebas di kaki lima, maupun kecanggihan dunia teknologi informasi internet yang semuanya menjadi sarana penyebar seks mutakhir yang meng-global, sangat luas dan mudah diakses. Archibald D. Hart menggambarkan bahwa,
“Lebih parah lagi, budaya kita begitu mengagung-agungkan seks. Media telah mendistorsikan makna seks yang indah, dengan cara mendefinisikan mana seks yang baik atau tidak baik. Film-film, TV, dan majalah terus saja mendistorsikan seks. Saya malah berpendapat bahwa budaya Barat dapat disebut sebagai “budaya obsesi seks yang gila.” Orang-orang Barat telah mengubah pria-pria sehat menjadi orang-orang yang mudah terangsang untuk bermasturbasi, pecandu khayalan seks. Jika kita tinggal diam dan tidak mau mengubah hal ini, maka saya khawatir akan abad mendatang.”[3]

Lalu apakah dampak negatif dari seksualitas yang diumbar atau dipertontonkan secara jelas dan gamblang hari-hari ini? Apakah ada perubahan tingkah laku seks dalam keluarga, masyarakat, atau kehidupan anak-anak muda kita hari ini? Apakah ada kaitan antara “virus pornografi” dan perselingkuhan-perselingkuhan yang terjadi, hingga mengakibatkan perceraian dalam keluarga-keluarga kita (termasuk keluarga Kristen) atau bahkan tindak kejahatan seperti pemerkosaan dan pembunuhan? Sejauh mana “virus pornografi mengancam dan mematikan kehidupan jiwa dan keluarga kita?”

Menelanjangi Dunia Pornografi
Secara umum mungkin kita berkata bahwa pornografi adalah hiburan yang wajar bagi pria-pria dewasa yang normal. Atau di sisi lain pornografi adalah suatu seni untuk mengagumi keindahan seorang wanita. Dengan kata lain pornografi tidak berbahaya, “it’s just for fun!” begitu pendapat bagi sebagian orang. Pandangan-pandangan ini mungkin merupakan salah satu akibat dari keberhasilan para Raksasa Industri Pornografi seperti Playboy, Hustler, Penthouse dll, maupun Industri Musik dan Televisi yang telah menanamkan filosofi “Sex is for Pleasure, Leisure and Money” yang merupakan penerjemahan lain dari filosofi klasik dunia “mari kita bersenang-senang karena besok kita akan mati.”

Inilah filosofi Hedonisme yang dikawinkan dengan Materialisme bahwa seks adalah suatu komoditi yang bisa menghasilkan uang jutaan dollar, dan seks adalah suatu industri hiburan, seks adalah untuk kesenangan.[4] Dan siapakah pangsa pasar yang dituju? Siapakah target market mereka? Tidak lain dan tidak bukan adalah kita semua pria-pria dewasa, muda, remaja dan bahkan wanita-wanita yang haus akan cinta kasih yang sejati. Dan itu berarti setiap kita adalah rentan terhadapnya, termasuk keluarga-keluarga Kristen sekalipun.
Pernahkah kita berpikir sejauh mana kerusakan moral, dan jiwa dari setiap orang yang pada akhirnya mengkonsumsi produk-produk pornografi tersebut dan bahkan mengalami kecanduan yang obsesif/kompulsif?

Adalah seorang Ted Bundy, pembunuh yang bertanggungjawab atas tewasnya sedikitnya 28 wanita dan anak-anak. Ia merupakan ilustrasi dramatis bagaimana seseorang dapat menjadi korban pornografi. Dalam kasusnya, pornografi telah begitu menguasai kepribadiannya sehingga merenggut kebebasannya bahkan nyawanya. Tidak banyak orang tahu bahwa selang beberapa jam sebelum dihukum mati, Ted Bundy berbicara dengan James Dobson seorang Psikolog dan Pemerhati Masalah Keluarga Kristen di Amerika Serikat (Focus on the Family). Ia bukan hanya mengaku bersalah dan bertanggungjawab atas pembunuhan-pembunuhan itu, tetapi ia juga membukakan diri secara luar biasa bagaimana pornografi telah berperan dalam kehidupannya.

Ia menjelaskan demikian,
“Pada dasarnya, saya adalah orang yang normal. Saya bukanlah orang yang bisa dikomentari dengan kalimat “itu dia, orang yang bejat moralnya.” Saya memiliki beberapa teman baik. Saya memiliki kehidupan yang normal kecuali ada satu bagian kecil tetapi kuat dan destruktif yang tetap saya rahasiakan dan tidak saya biarkan diketahui seorangpun. Saya tidak tahu mengapa saya begitu rentan terhadapnya. Yang saya tahu hanyalah, pornografi memberi dampak terhadap saya dan menjadi sentral dari perkembangan perilaku kejam yang saya lakukan. Saya menonton pornografi seperti kecanduan. Kita merindukan sesuatu yang sifatnya makin keras dan makin keras yang memberikan rasa kegembiraan luar biasa sampai kita mencapai titik dimana pornografi hanya bisa memberi kepuasan sejauh itu. Kita sampai pada titik dimana kita mulai bertanya-tanya apakah dengan melakukan hal itu akan lebih memberikan sesuatu daripada sekedar membaca atau melihatnya. Pornografi dapat menjangkau dan menarik setiap anak keluar dari keluarganya dewasa ini.

Jenis-jenis pornografi yang paling merusak yang sedang saya bicarakan berdasarkan pengalaman nyata dan pribadi adalah pornografi yang melibatkan tindakan kekerasan dan kekerasan secara seksual. Gabungan kedua kekuatan itu, seperti yang benar-benar saya ketahui menimbulkan perilaku yang begitu mengerikan untuk dibicarakan. Ada orang-orang yang berkeliaran di kota dan di lingkungan tempat tinggal kita, orang-orang seperti saya, yang memiliki dorongan berbahaya dan sedang dibakar siang dan malam oleh tindakan kekerasan di media dalam berbagai bentuk, khususnya kekerasan secara seksual.

Pada sisi lain, ada kekuatan yang berkeliaran di negara ini, khususnya yang melawan jenis pornografi kekerasan, orang baik-baik serta sopan yang mencela perilaku Ted Bundy sementara mereka berjalan melewati rak majalah yang penuh dengan berbagai jenis bacaan yang akan menjadikan anak-anak muda itu seorang Ted Bundy. Ini merupakan ironi. Sudah lama saya tinggal di penjara. Saya berjumpa dengan banyak pria yang termotivasi untuk melakukan kekerasan seperti saya. Tanpa diragukan lagi dan mereka masing-masing tanpa kecuali terlibat dalam pornografi. Mereka sangat kecanduan pornografi tak perlu dipertanyakan lagi.”[5]

Contoh di atas mungkin terkesan ekstrim. Namun banyak di antara kita yang terkejut ketika melihat realita ada beberapa orang yang kita kenal sangat baik, penuh iman, berasal dari latar belakang keluarga yang harmonis (bahkan tidak terlepas para pendeta dan aktivis gereja), namun jauh di lubuk hatinya mengalami suatu pergumulan yang dahsyat untuk keluar dari perangkap pornografi. Bukankah ini tidak berbeda dengan pengalaman seorang Ted Bundy?
Lalu apakah “virus pornografi” itu sebenarnya? Mengapa dapat menjangkiti banyak orang dari berbagai kalangan? Kata pornografi sendiri berasal dari kata Yunani pornographos yang artinya mengacu kepada “penggambaran secara lengkap” tentang perdagangan pelacur.

Kamus Webster mendefinisikan pornografi sebagai “penggambaran perilaku erotis (seperti dalam gambar-gambar atau tulisan-tulisan) dengan tujuan menghasilkan kenikmatan seksual.”[6] Namun bagi saya, pornografi tidak hanya sebatas gambar atau tulisan, namun juga segala bentuk pengungkapan seksualitas yang melebihi dari apa yang sewajarnya (nilai-nilai seksualitas yang sehat) demi mencapai sebuah kenikmatan seksual. Pornografi adalah suatu usaha memalsukan realitas seksualitas yang indah, sehat dan real yang diciptakan Allah bagi manusia, menjadi sebuah komoditas atau industri yang membawa manusia kepada rasa malu, keterikatan, dan kecanduan terhadap seks yang semu (unreal).

Pornografi bergerak dalam wilayah imajinasi/fantasi manusia.[7] Jikalau pornografi bergerak dalam wilayah imajinasi manusia, maka dapat dibayangkan bahwa itu tidak akan ada batasnya, karena manusia memiliki kapasitas otak yang luar biasa besar. Itulah sebabnya pornografi akan sangat sulit untuk dihentikan karena manusia akan senantiasa mencari “sesuatu yang baru” dan untuk itulah pornografi menjadi sebuah mata rantai kecanduan seksual.

Sebagai contoh lebih lanjut mari kita simak sebuah lagu yang kira-kira dapat kita bayangkan sejauh mana kira-kira dampaknya bagi pikiran kita apabila lagu-lagu dengan lirik berbau seks seperti ini terus-menerus kita dengarkan,

“Yeah, call me the gangster of love. I like bitches,
All kinda bitches
To take off my shirt and pull down my britches
If she’s got big t_ _ _ _ _ s (lang for breasts) I’ll squeeze’em
While she sucks my b_ _ _s (slang for the male genitals)
And licks my scrotum
If she’s got a friend, I’ll f_ _ k her too
Together we can play a game of swithcheroo”[8]

Untuk lebih jelasnya mungkin kita bisa melihat penjelasan lebih jauh,
“Michael Billings yang berumur 17 tahun mengaku bersalah, Bobby Titsworth yang berumur 16 tahun mengaku bersalah. Stephane Wartson, 17 tahun dan Robert Wartson, 20 tahun juga mengaku bersalah. Apakah kejahatan mereka? Mereka menculik dan bersama-sama memperkosa dua gadis dari sekolah tinggi musik Muskogee. The Tulsa Tribune melaporkan bahwa, ketika menunggu bis sekolah, salah satu dari gadis-gadis itu ditarik ke dalam sebuah mobil, pemudi yang lainnya diculik pada pagi hari yang sama ketika dia berdiri di depan sekolahnya. Keduanya dibawa ke dalam satu rumah, disana mereka berkali-kali diperkosa dan dipukuli dengan sebuah ikat pinggang. (Gadis-gadis itu sekolah di tingkat sembilan dan sepuluh/SMA 1 dan SMA 2).

Yang membuat kasus ini sangat mengganggu perasaan masyarakat adalah fakta bahwa anak laki-laki itu memutar lagu rap yang berjudul “Gangster of Love” oleh Getto Boys beberapa kali selama penyiksaan itu berlangsung. Jaksa Wilayah Drew Edmondson yang menangani kasus tersebut percaya bahwa musik ini mungkin merupakan api pemicu berkobarnya serangan seksual tersebut. Dia menjelaskan kepada Tribune bahwa lagu tersebut “mempertunjukkan sikap terhadap wanita yang pada dasarnya kurang manusiawi.”[9]

Dengan demikian pornografi menjadikan gambar, nilai diri, dan moralitas seorang manusia semakin rendah, dan bahkan menjadikan manusia tidak ubahnya seperti binatang yang “ditelanjangi” atau “di-ekspose” demi menghasilkan uang maupun kesenangan atau kepuasan seksual. Pornografi juga menjadikan manusia sebagai “thing” atau “sesuatu” yang layak dieksploitasi bukan sebagai “a human” atau “seorang” pribadi yang layak dihargai. Dengan melihat beberapa contoh di atas, saya yakin bahwa pemahaman kita tentang pornografi akan berubah. Begitulah kira-kira kedahsyatan “virus” yang bernama pornografi, virus yang bisa merasuk siapa saja yang pada akhirnya akan membawa kepada keterikatan bahkan kehancuran pribadi-pribadi maupun keluarga-keluarga.

Pornografi adalah Virus yang Mematikan Jiwa, Spiritualitas dan Keluarga
Bagaikan sebuah virus baik itu HIV, hepatitis B atau C dlsb, pola dan kinerja pornografi tidak jauh berbeda. Pelan namun pasti, virus itu pada mulanya tidak akan menimbulkan rasa sakit baginya namun semakin hari akan semakin menjerat. Pertama kali pornografi masuk ke dalam jiwa (mental) seseorang dalam rupa gambar erotis baik di majalah, film maupun internet, gambar-gambar itu akan tersimpan rapi di dalam memori otak kita, dan terus menumpuk kian hari kian terakumulasi hingga pada akhirnya dapat memuncak menjadi sebuah tingkah laku yang obsesif/kompulsif dan mengarah kepada kecanduan seksual.

Dan siklus selanjutnya adalah mengarah kepada masturbasi dan akan terus meningkat lebih dan lebih lagi tergantung kemana fantasi dari virus pornografi itu berkembang di dalam kepribadian kita. Lingkaran kecanduan atau siklus yang terakumulasi semenjak kecil dimulai dari “seing/watching, imaginating, being and doing and doing and doing…”[10] Sekali kita terjangkit virus pornografi maka itu akan sedemikian kuat mencengkeram kita hingga kita terikat dan semakin terjerumus di dalamnya. Hart menceritakan kisah berikut,

“Pete sejak kecil telah melihat majalah Playboy. Pertama kali ia melihatnya pada usia lima tahun dan tidak pernah berhenti melihatnya sejak saat itu. Majalah tersebut tergeletak di meja ayahnya. Majalah Playboy adalah lambang maskulinitas dan kekuasaan. Ia berhak melihat majalah Playboy entah isterinya menyukainya atau tidak. Selama bertahun-tahun semenjak pertama kali melihat gambar-gambar telanjang, Pete biasanya akan menyelinap ke ruang kerja ayahnya hanya untuk melihat-lihat koleksi majalah ayahnya. Pada mulanya ia hanya menarik kenikmatan dari sekedar iseng. Tetapi lama kelamaan ia memperoleh kenikmatan dari gambar-gambar porno. Gambar-gambar porno itu menjadi sahabatnya. Seksualitas dirinya pun berpengaruh. Tidak ada yang memberitahukan dia bahwa gambar-gambar tersebut diberi sentuhan akhir dengan airbrush, dan semua kekurangan yang ada dihapus. Ia mulai mengira bahwa semua wanita tampak seperti itu di saat berada di ranjang.

Pada usia 12 tahun Pete mulai beralih kepada majalah-majalah hardcore sebab ayah dari salah seorang kawannya berlangganan majalah ini, majalah yang lebih vulgar daripada Playboy. Sewaktu ayahnya masih di kantor, mereka pergi untuk melihat gambar-gambar porno itu. Pete lalu pulang ke rumah dan bermasturbasi sambil memvisualisasikan apa yang telah dilihatnya. Tidak lama setelah ia bermasturbasi, ia punya perasaan malu kepada dirinya sendiri. Bukan rasa bersalah yang Pete rasakan saat itu, melainkan rasa malu. Sebab tidak seorangpun di dalam keluarganya yang mengetahui apa yang ia perbuat. Anak ini malu akan rasa kurang pengendalian diri. Ia merasakan kepedihan di saat berpikir bila orang lain tahu apa yang diperbuatnya (selain teman-temannya yang bernasib sama), mereka akan menolak dia sebagai bagian dari keluarga…”[11]

Inilah siklus kecanduan yang akan menjadi bagian dari seseorang yang telah terjangkit virus pornografi di dalam hidupnya. Dan perasaan-perasaan malu, bersalah/berdosa, ataupun tidak layak itu akan berkembang dan kalau itu tidak diatasi maka akan menjadikan seseorang pecandu pornografi menjadi tidak percaya diri, minder, memiliki perasaan tidak berharga dan lebih suka menyendiri, jauh dari lingkungan sosial. Dan tentu saja jiwa maupun spiritualitas kita akan semakin tidak berdaya. Dari kasus Pete dan di hampir semua kasus-kasus lainya dapat kita perhatikan bahwa virus pornografi dan kecanduan seksual ini ternyata tidak berhenti bahkan hingga Pete menikah.

Dapat kita bayangkan bagaimana kehidupan keluarga dan rumah tangga mereka dalam kondisi seperti ini? Dan tidakkah kita lihat bahwa kesenangan ayah Pete terhadap pornografi telah mengantar anaknya untuk menjadi seorang pecandu seksual. Disinilah kita bisa melihat bahwa virus pornografi mulai berdampak pada kehidupan keluarga-keluarga baik ayah, ibu, maupun anak-anak semuanya rentan terhadap virus yang mematikan ini.
Penelitian Hart terhadap Pengaruh Pornografi terhadap 600 responden berikut ini dapat menjadi perenungan kita sejauh manakah virus pornografi bersifat merusak?[12] Ya Tidak
Apakah melihat bahan-bahan pornografi bersifat mendidik? 2% 98%
Apakah berguna? 3% 97%
Apakah efeknya netral? 3% 97%
Apakah berbahaya? 84% 16%
Sebagai wanita, apakah Anda merasa direndahkan? 80% 20%
Apakah pornografi mendukung kekerasan terhadap wanita? 58% 42%
Apakah merendahkan seks? 71% 29%
Apakah ponografi membuat orang ketagihan? 70% 30%
Apakah mendistorsi seks? 82% 18%
Apakah destruktif? 71% 29%

Memiliki Seksualitas yang Sehat dalam Realitas Dunia yang Porno
Di dalam meresponi semua realita dunia Cosmosexpolitan yang menebarkan virus pornografi yang sangat mengancam jiwa dan keluarga kita, kita perlu kembali kepada kebenaran tentang Seksualitas yang Sehat yang telah dinyatakan oleh Sang Pencipta Seksualitas Sejati yaitu Allah sendiri. Kejadian 1:26-31 dan 2:7, 18-25 mencatat bahwa pada mulanya Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan sesuai gambar dan rupaNya yang semuanya amat baik dan sempurna. Manusia juga diberi mandat untuk beranak-cucu dan bertambah banyak, yang berarti Allah menciptakan seks demi mewujudnyatakan perintahNya tersebut.[13]

Manusia laki-laki dan perempuan diciptakan dengan karunia untuk menikmati persetubuhan “menjadi satu daging” sebagai perwujudan cinta kasih yang sempurna di antara keduanya. Dan seksualitas manusia yang sempurna itu hanya boleh diwujudkan dalam sebuah pernikahan kudus, dimana Allah sendiri yang mempersatukan keduanya (Matius 19:5-6). terdistorsi oleh dosa. Kerusakan itu menyebabkan seks menjadi sesuatu yang bernilai rendah Kejadian 2:25 juga mencatat tentang keindahan dari sebuah ketelanjangan tanpa rasa malu karena memang diperkenan oleh Tuhan. Namun sejak dosa masuk ke dalam dunia, hubungan antara manusia dengan Allah terputus, dan dosa telah merusakkan seluruh keindahan hubungan seksualitas di dalam diri manusia.

Ketelanjangan yang indah berubah menjadi rasa malu, dan manusiapun mulai menutupi dirinya (Kejadian 3:7). Dan semenjak itulah hubungan seksualitas di antara laki-laki dan perempuan yang indah rusak, porak-poranda. Manusia tidak lagi mampu memahami seksualitas yang indah dan sempurna. Semuanya dan kehilangan keagungannya apalagi makna hakikinya. Tony Evans mengatakan,

“Kita bisa menyamakan seks dengan api. Api yang berada di tempat pembakaran bisa menghangatkan dan menyenangkan. Tetapi bila api itu keluar dari tempat pembakaran, api itu bisa membakar rumah dan menghanguskannya. Api seks telah diberikan di tengah pembakarannya yaitu pernikahan. Sekali ia keluar dari sana, seseorang akan kena nyalanya yang menghanguskan.”[14]

Kebenaran yang mutlak tentang seksualitas yang sehat adalah ketika manusia menikmatinya di dalam wadah pernikahan. Namun kebenaran ini telah diselewengkan dan keluar dari sasaran. Seksualitas yang bagaikan api itu akan menghanguskan siapa saja yang menikmatinya diluar pernikahan. Dalam hal ini pornografi telah membawa seksualitas itu sedemikian jauh keluar dari sasaran Allah menciptakan seks, dengan cara mengungkap kembali ketelanjangan manusia dalam sebuah media gambar, film dan media pornografi lainnya yang tidak nyata, tidak utuh dan semu.
Bagaimana menghadapi situasi yang sedemikian rumit? Mari sekali lagi kita melihat kepada kebenaran Firman Tuhan yang diberikan oleh Allah Sang Pencipta Seksualitas Sejati.

“Tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah setiap laki-laki mempunyai isterinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri. Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya, demikian pula isteri terhadap suaminya. Isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya. Janganlah kamu saling menjauhi kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu karena kamu tidak tahan bertarak” (I Korintus 7:2-5).

Rasul Paulus di dalam surat penggembalaannya kepada jemaat di Korintus sadar bahwa, jemaat Korintus hidup di dalam realitas kehidupan dunia yang tidak mudah. Korintus adalah kota yang maju, yang sangat memuja kehidupan seksual, bahkan percabulan jelas-jelas menjadi salah satu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Gereja Korintus hadir di tengah-tengah realitas percabulan, perselingkuhan dan “atmosfir seksualitas” yang menggelora. Bagaimana jemaat Korintus dapat bertahan dalam realitas yang seperti ini? Paulus menegaskan kembali bahwa pernikahan adalah satu-satunya wadah yang resmi dimana seorang laki-laki dan perempuan boleh mengungkapkan dan menikmati seksualitasnya dengan sehat.

Seorang laki-laki dan perempuan tidak berhak mengumbar tubuhnya untuk kesenangannya sendiri alias menikmati pornografi, masturbasi tanpa keterlibatan suami atau isterinya. Demikian juga hubungan seksual di luar pernikahan dalam bentuk apapapun akan membawa kepada konsekwensi masing-masing.
Bagaimana dengan seseorang yang belum menikah? Bagaimana ia harus menjaga kesucian seksualitasnya? Bukankah tidak dapat dipungkiri bahwa mereka juga memiliki nafsu seksual?

Hart mengatakan, “perasaan seksual yang kuat adalah wajar bagi semua pria normal. Hal ini lebih dipengaruhi hormon daripada oleh nafsu jahat. Hal ini bukanlah suatu dosa, dan ada dalam dan dari diri mereka sendiri.”[15] Namun di atas semua itu menunggu hingga saat yang tepat adalah suatu jawaban yang mungkin dirasa mustahil. Tetapi itu semua akan menjauhkan diri kita dari keterlibatan seksual yang lebih jauh yang akan menuntun kepada percabulan. “Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan FirmanMu” (Mazmur 119:9).

Memang tidak mudah mempertahankan kesucian di tengah-tengah realitas dunia seperti ini, namun kiranya setelah melihat dan menyaksikan betapa dampak seksualitas di luar pernikahan sangat mematikan, kiranya kita dapat memilih untuk menantikan saat yang tepat dimana seorang laki-laki dan perempuan dipersatukan di dalam seksualitas yang indah dan agung di dalam pernikahan kudus. Ini adalah suatu pilihan. Setiap kita berhak untuk memilih dan masing-masing ada konsekwensinya, mentaati Firman Tuhan atau melanggarnya.

Hal lain yang penting adalah pendidikan seks sejak dini. Dari beberapa contoh kasus di atas, kita dapat melihat bahwa bahaya virus pornografi dapat mengincar siapapun sejak usia muda mereka. Dan adalah lebih baik jikalau kita sebagai orang tua mau secara jujur dan terbuka memberikan pendidikan seks kepada anak-anak kita sebelum mereka direnggut oleh ganasnya virus yang bernama pornografi tersebut.[16]

Jagalah Hatimu (Keluargamu) dengan Segala Kewaspadaan!
Bagaimana kalau kita sudah berusaha untuk mentaati Firman Tuhan, apakah kita otomatis akan terbebas dari ancaman virus pornografi? Mungkin tidak semudah itu, namun satu hal yang paling penting adalah bagaimana kita, baik sebagai seorang suami isteri maupun anak muda bersama-sama menjaga hati kita agar senantiasa dimampukan untuk meredam segala ancaman beredarnya virus pornografi di sekeliling kita. Tuhan Yesus menetapkan suatu standar yang lebih lagi, “tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya” (Matius 5:28).

Maka jangan biarkan imajinasi kita melayang jauh ketika kita berhadapan dengan atmosfir udara yang menebarkan berbagai virus pornografi, tetapi jauhkanlah pandangan mata dan hati kita darinya. “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan” (Amsal 4:23).
Bagaimana kalau kita masih terlibat di dalam belenggu pornografi?

Bagaimana mematahkan belenggu pornografi tersebut? Hart memberikan beberapa saran praktis dan teologis sebagai berikut:

1. Jujurlah kepada diri sendiri dan akuilah bahwa kita memiliki masalah.
2. Bertanggungjawablah kepada seseorang (pasangan kita). Beritahukanlah kebiasaan buruk kita kepada seseorang yang bisa kita percayai.
3. Buanglah semua bahan-bahan pornografi yang kita miliki. Jangan sisakan sedikitpun. Jika kita tergoda untuk menyewa VCD porno, jangan mengunjungi tempat penyewaan video dan semacamnya. Bila perlu buang juga kartu anggota kita pada tempat persewaan video tersebut.
4. Sabarlah dan buanglah semua perasaan “gagal”, bila kenyataannya kita gagal. Kebiasaan kita memerlukan waktu untuk bertumbuh maka akan diperlukan waktu juga untuk membinasakannya.
5. Berdoalah atas masalah yang kita hadapi. Mintalah pelepasan dan kekuatan kepada Allah. Allah berjanji untuk memberikan perbedaan di dalam kehidupan kita. Izinkah Dia memberikan kekuatan khusus yang kita perlukan untuk memenangkan “peperangan” ini.[17]
Dengan demikian adalah penting bagi kita untuk memiliki kesadaran akan Allah yang memahami seksualitas kita. Allah yang mengerti segala pergumulan dan pergulatan batin kita melawan dorongan-dorongan nafsu di dalam diri kita. Dan Allah yang mampu menolong kita di dalam menyelesaikan segala permasalahan yang diakibatkan oleh virus pornografi yang mungkin telah menjangkiti jiwa maupun mengancam keluarga kita.

Biarlah di tengah-tengah segala perjuangan ini kita sadar bahwa kita bukan berjuang dengan kekuatan kita sendiri namun berbekal kuasa kasih yang Ilahi dari Tuhan Yesus Kristus yang telah memahami pergulatan kita dalam bentuk apapun termasuk seksualitas kita sebagai manusia (Ibrani 4:14-15). Ia juga telah dicobai namun tidak berbuat dosa. Selanjutnya mari kita mohon kiranya kasih karunia Allah akan senantiasa memampukan kita untuk menghadapi pergulatan di dalam menjaga kemurnian seksual kita di tengah-tengah dunia Cosmosexpolitan yang menebarkan virus pornografi dengan segala macam bentuknya. “… dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!” (Wahyu 22:11b).
Soli Deo Gloria!

© 2004 by Christopher Andios


Daftar Pustaka
Arterburn, Stephen., dan Burns, Jim. Arahkan Dengan Jitu. Jakarta: Harvest Publication
House, 1997.
DeMoss, Jr., Robert G. Belajar Membedakan. Surabaya: Citra Pustaka, 1992.
Evans, Tony. No More Excuses. Jakarta: Cipta Olah Pustaka, 1999.
Hart, Archibald D. The Sexual Man. Jakarta: Metanoia, 2003.
LaHaye, Tim dan Beverly. Kehidupan Seks dalam Pernikahan. Bandung: Yayasan
Kalam Hidup dan Yogyakarta: PBMR Andi, 2004.
Roberts, Ted. Nafsu yang Murni. Jakarta: Nafiri Gabriel, 1999.


[1] Istilah saya untuk menggambarkan dunia (cosmos) yang beratmosfir seks.
[2] Stephen Arterburn dan Jim Burns, Arahkan Dengan Jitu (Jakarta: Harvest Publication House, 1997), hlm. 210.
[3] Archibald D. Hart, The Sexual Man (Jakarta: Metanoia, 2003), hlm. 6.
[4] Fakta menunjukkan bahwa pornografi dewasa ini dianggap sebagai bisnis bernilai $ 10 miliar per tahun di Amerika. Dan di tahun 1985, Ladies Home Journal menyajikan dengan bagus artikel tentang tingkatan dari industri cabul: Amerika mengeluarkan $ 8 hingga $ 10 miliar per tahun untuk materi-materi pornografi. (ini jauh melebihi jumlah yang dibelanjakan oleh gabungan tiga jaringan televisi utama - $ 6,2 miliar). Lebih dari 20 juta orang Amerika membeli majalah yang berorientasi seks setiap bulannya. 15 % dari seluruh video yang diperdagangkan menyajikan perilaku seksual yang gamblang. (Sumber: Arterburn dan Burns, Arahkan Dengan Jitu, hlm. 219).
[5] Arterburn dan Burns, Arahkan Dengan Jitu, hlm. 211-212, kutipan dari Focus on the Family Magazine “Fatal Addiction: Ted Bundy’s Final Interview with Dr. James Dobson,“ 1989.
[6] Bandingkan ibid., hlm. 216.
[7] Dinasti majalah Playboy dibangun dari uang para pria yang ingin bermasturbasi dengan wanita-wanita obyek fantasi. Saat mereka berfantasi dengan gambar makhluk “yang sempurna” yang terbuat dari sapuan cat semprot, sebenarnya mereka tengah meremehkan arti pernikahan dan kemampuan mereka untuk berhubungan intim dengan wanita yang bernyawa (Sumber: Arterburn dan Burns, Arahkan Dengan Jitu, hlm. 218).
[8] Robert G. DeMoss, Jr., Belajar Membedakan (Surabaya: Citra Pustaka, 1992), hlm. 98.
[9] DeMoss, Jr., Belajar Membedakan, hlm. 97-98.
[10] Ted Robert seorang pendeta yang melayani dalam pelayanan konseling bagi para pecandu seks mengatakan bahwa, “Dengan timbulnya fantasi yang bersifat obsesif ini, pengendalian diri secara cepat berkurang. Dan sekali saja suatu tingkat keasyikan tertentu mendominasi pikiran, maka usaha untuk menghentikan proses itu hampir merupakan hal yang mustahil. Tahap mental dari siklus ini bisa menghabiskan banyak waktu. Sesungguhnya, sebagian besar dari waktu seseorang yang berada di dalam siklus ketagihan ini dihabiskan di dalam tahap ini. Ia benar-benar hidup di dalam sebuah dunia fantasi.” Ted Roberts, Nafsu yang Murni (Jakarta: Nafiri Gabriel, 1999), hlm. 122.
[11] Hart, The Sexual Man, hlm. 98.
[12] Hart, The Sexual Man, hlm. 105-106.
[13] Perintah itu diberikan sebelum dosa masuk ke dalam dunia, oleh sebab itu persetubuhan dan prokreasi telah ditetapkan Allah dan dinikmati oleh manusia ketika masih hidup di dalam keadaanya yang mula-mula yakni tanpa dosa. Tim dan Beverly LaHaye, Kehidupan Seks dalam Pernikahan (diterbitkan bersama oleh Bandung: Yayasan Kalam Hidup dan Yogyakarta: PBMR Andi, 2004), hlm.11.
[14] Tony Evans, No More Excuses (Jakarta: Cipta Olah Pustaka, 1999), hlm. 58.
[15] Ibid., hlm. 5.
[16] Untuk pemahaman lebih jelas bisa melihat di dalam buku Robert G. DeMoss, Jr., Belajar Membedakan, hlm. 105-153 tentang Bagaimana Menetapkan Standar dll. Bandingkan juga dengan Hart, The Sexual Man, hlm. 216-219 tentang Pedoman untuk Pendidikan Seks yang Sehat.
[17] Hart, The Sexual Man, hlm. 114.

Hidup Bukan Sekedar Seberapa Lama, Tapi Seberapa Makna

Suatu siang di bulan April 2004 di bandara Juanda, aku menjemput seorang Pendeta Senior yang dari raut wajahnya terlihat garis-garis kehidupan yang sarat dengan makna, betapa hidupnya benar-benar “all totally for God”. Ia sudah tidak muda lagi memang, namun semangatnya begitu luar biasa. Siang itu, aku sangat antusias untuk bertemu dengannya karena aku rindu untuk meluangkan waktu selama seminggu lebih bersamanya. Rencananya ia akan berbicara dua sesi dalam kebaktian Jumat Agung dan Paskah gereja kami yang notabene merupakan hasil perintisannya. Aku hanyalah seorang anak muda yang sedang belajar meneruskan tongkat estafet pelayanan yang telah dimulainya. Pendeta Setiawan namanya.
Segera sesudah kami masuk ke dalam mobil ia langsung bertanya, “Ian hari ini ada rencana apa ya?” Akupun menjawab, “Saya siap menemani kemanapun Bapak mau pergi. Selama Bapak disini saya siap mengantarkan.” “OK, kalau begitu kita menuju ke Rumah Sakit Mitra Keluarga, ya!” “OK,” jawabku pula.
Singkat cerita iapun menceritakan kisahnya ketika berada di pesawat yang membawanya dari Jakarta ke Surabaya. Di sebelahnya, duduk seorang wanita yang semenjak dari tempat penantian keberangkatan, wajahnya terlihat sayu, seolah-olah diliputi suatu pergolakan batin yang sangat mendalam. Pendeta Setiawan sebenarnya sudah merasakan suatu dorongan batin untuk mendekatinya waktu itu, tapi ia mengurungkan niatnya. Dalam pandangannya, ia melihat ada sebuah tindakan kasih yang perlu disampaikan kepadanya. Entah bagaimana, pada akhirnya ia duduk bersebelahan tepat dengan wanita yang dilihatnya tatkala mereka mulai masuk ke dalam pesawat. Dan dengan hati yang rindu untuk membagikan kasihNya, ia mencoba memulai percakapan dan ternyata sungguh tidak disangka bahwa wanita ini memang sedang bergumul karena adik laki-lakinya sedang berada di ICU: menderita kanker paru-paru stadium empat. Wow, betapa suatu pergulatan batin yang tidak mudah. Wanita inipun seolah-olah segera menemukan tempat untuk berkeluh-kesah tatkala Pendeta Setiawan memperkenalkan dirinya sebagai seorang Pendeta. Pendeta Setiawan dengan hati welas asih-nya pun berkata, “Saya akan berusaha menjenguk dan mendoakannya.” “Percayalah Tuhan tahu yang terbaik,” katanya lembut namun pasti seolah-olah bagaikan setetes embun yang lembut bagi jiwa wanita yang sedang gundah gulana itu.
Singkat cerita, kami berdua segera meluncur ke rumah sakit tersebut, tenang namun pasti kami segera memasuki ruangan tempat dimana tergeletak seorang laki-laki berusia 37 tahun, yang dengan nafas tersengal-sengal mencoba untuk terus bertahan hidup. Kulihat isterinya berdiri di sisinya, memegang tangan kekasih hidupnya dengan erat. Ia terlihat berusaha menyeka tangisnya. Lelaki yang memiliki seorang anak laki-laki berusia 5 tahun ini sebut saja A Cong, sudah beberapa bulan mengalami penderitaan yang luar biasa. Keluarganya telah berusaha membawanya ke rumah sakit ternama, dari Jakarta hingga Singapura. Merekapun juga telah berdoa, berharap agar Tuhan menyatakan mujizatNya. Mereka telah lelah berusaha, mereka telah putus asa berharap. Mereka sangat ingin melihat orang yang mereka kasihi disembuhkan dari semua perderitaan fisik ini. Harapan mereka, biar hidup tetap berlanjut, biar sukacita terus diraih. Waktu itu, Pendeta Setiawan dengan segera mencoba untuk berkomunikasi dengan lelaki itu, ia menanyakan, “percaya Yesus ya… jangan takut, Tuhan Yesus mengasihimu…” Dengan pelan, kulihat lelaki itu berusaha menganggukkan kepalanya perlahan…. Kemudian, tanpa berlama-lama Pendeta Setiawan mengajak kami semua untuk berdoa, bertanya kepada Tuhan apa maksudNya dan menyerahkan semua kepadaNya, manusia bisa berharap, tapi Tuhan yang menentukan. Ia berdoa agar semua keluarga, pasrah, berserah penuh pada Tuhan. Akhirnya, kamipun pamit pulang dan sebelum pulang kami bertemu dengan kedua orang tua A Cong. Dari kesaksian mereka, terdengar bahwa mereka melihat A Cong telah mengajarkan satu hal kepada mereka, yaitu makna pengenalan secara pribadi dengan Yesus Kristus. A Cong ternyata adalah seorang murid Kristus yang taat. Selama masa-masa kritisnya berjuang dengan kanker, A Cong tidak pernah terlihat putus asa, berkeluh-kesah apalagi menyalahkan Tuhan. Ia begitu tenang, dan berserah sepenuhnya kepada Sang Kekasih jiwanya. Ia tahu bahwa kehidupannya ada dalam genggaman tanganNya. Kehidupan adalah tentang bagaimana menyerahkan segenap jiwa dan raga untuk memuliakanNya. Kehidupan adalah tentang bagaimana membuat makna ilahi, menyatakan kasihNya kepada sesama, kepada orang-orang terdekat kita bahkan musuh kita sekalipun. A Cong memahami bahwa Kristus haruslah menjadi yang terutama dalam hidupnya. Alhasil melalui kesaksian hidup yang nyata, berjuang melawan kanker stadium empat dengan kepasrahan diri, A Cong telah menuntun secara perlahan kedua orang tuanya untuk lebih mengenal Yesus. Dari kesaksian kedua orang tuanya, kami melihat suatu perkara ajaib yang sedang Tuhan kerjakan. Rencana keselamatan yang akan menjamah keluarga A Cong yang masih belum mengenal Sang Pencipta Ilahi.
Selanjutnya, kami berdua pulang beristirahat dan kami tidak terlalu banyak mengetahui berita selanjutnya. Keesokan harinya, Pendeta Setiawan kembali mengajakku untuk mengunjungi A Cong dan keluarganya. Tetapi kami agak sedikit bingung karena kami tidak menjumpai anggota keluarganya seorangpun. Akhirnya seorang suster memberi tahu bahwa semalam A Cong telah dipanggil Tuhan, Ia telah berpulang ke rumah Bapanya yang sangat mengasihinya. Walau agak sedikit terkejut, kamipun dalam hati memuji Tuhan atas kehendakNya yang sempurna. Ia tahu yang terbaik bagi hidup A Cong dan keluarganya.
Kamipun segera meluncur menuju ke tempat peristirahatan sementara di Adi Jasa. Aku secara pribadi agak merasa takut, kuingat dengan jelas bahwa kemarin sore, kami berdua mendoakan seorang lelaki yang sangat kritis tersebut, dan kulihat seluruh keluarganya terlihat ingin melihatnya sembuh oleh kuasa Tuhan. Mereka begitu menyambut kami dan berpikir bahwa kami adalah utusan Allah yang mungkin bisa menyembuhkan. Dan kini, apa yang kulihat adalah seorang isteri yang tidak kuasa menahan kekecewaan yang sangat, “mengapa ia harus pergi?” Kulihat di sana sini wajah-wajah yang diselimuti duka yang mendalam, “yah A Cong telah pergi mendahului kami” kata sang kakak yang dijumpai Pendeta Setiawan di pesawat waktu itu yang berinisiatif menghampiri kami. “Tadi malam jam 9, A Cong menghembuskan nafasnya yang terakhir,” lanjutnya lirih. Di tengah-tengah kebisuan dan kegalauan batin yang amat menyesakkan, kudengar Pendeta Setiawan mencoba untuk bersimpati, iapun tidak banyak berkata-kata, ia hanya mencoba menepuk pundak sang kakak yang sedikit terisak, “percayalah ini adalah yang terbaik dari Tuhan.” Kemudian tidak berapa lama, aku melihat satu perkara yang ajaib, aku melihat bahwa kedua orang tua A Cong yang dulunya belum mengenal Kristus, justru kulihat begitu tabah. Kamipun menghampiri mereka dan mengucapkan simpati kami, dan sang ibu kemudian berkata, “sekalipun tidak mudah bahwa A Cong, anak kami, dipanggil pulang, kami harus jujur mengakui bahwa melalui ini semua kami justru boleh mengenal siapakah Tuhan yang disembah A Cong selama ini. Kami melihat Tuhan! Kami diperlihatkan suatu keagungan karyaNya sekalipun caraNya begitu sulit kami mengerti. Kami tahu Tuhan memanggil A Cong pulang, supaya kami berdua boleh mengenal Yesus secara pribadi.” Dalam batinku akupun segera memuji kebesaran Tuhan, “o Lord, it’s all about You.” Kami mengamini apa yang diucapkan sang ibu, seorang ibu dari seorang anak lelaki yang baru saja meninggalkannya, di usianya yang masih muda 37 tahun.
Siang itu di Adi Jasa aku belajar sesuatu, bahwa meskipun meninggal di usia muda, A Cong telah berhasil memaknai hidupnya, dengan meninggalkan bekal yang sangat penting bagi kedua orang tuanya yaitu rahasia pengenalan akan Tuhan Yesus yang ajaib, suatu harta yang tidak ternilai. Ya, A Cong telah menyelesaikan perjalanan hidupnya dengan baik. Kulihat Pendeta Setiawan tersenyum kepadaku, ia tahu isi hatiku. Ia seolah-olah berkata, “mari kita lanjutkan perjalanan hidup kita Ian, dengan memberi makna atas hidup ini lebih lagi.” Dalam hati aku segera berkata, “ya Tuhan, aku mau hidupku juga memiliki makna, tidak hanya berpikir berapa lama aku masih bisa hidup, tapi bagaimana aku memaknai hidupku.” Hidup bukan sekedar seberapa lama, tapi seberapa makna!

Surabaya, 5 September 2005

Christopher Andios

One Idea Can Change the World

One SONG can spark a moment
One FLOWER can wake the dream
One TREE can start a forest
One BIRD can herald spring
One SMILE begins a friendship
One HANDCLASP lifts a soul
One STAR can guide a ship at sea
One VOTE can change a nation
One SUNBEAM lights a room
One CANDLE wipes out darkness
One LAUGH will conquer gloom
One STEP can start a long journey
One WORD can start a prayer
One HOPE will raise our spirits
One TOUCH can show you care
One VOICE can speak with wisdom
One HEART can know what is true
One LIFE can make a difference
One IDEA can change the world
~ Billi Lim

Rumah Sakit dan Rumah Kehidupan









11 Mei 2008

Hari ini tepatnya 2 hari setelah anak kami Phoebe Faith Liem memasuki usia 1 bulan. Ya, Phoebe Faith Liem, puteri pertama kami lahir pada tanggal 9 April 2008. Waktu tidak terasa begitu cepat berlalu, sudah satu bulan lebih kami merasakan anugerah Tuhan yang luar biasa semenjak kelahiran Phoebe dalam hidup kami. Tidak terasa juga setahun yang lalu, kami baru saja memasuki pernikahan kudus tanggal 2 Juni 2007, dan kini di tengah-tengah kami telah hadir buah kasih yang ajaib yaitu our cute girl VB, begitu kami memanggilnya.

Masa-masa kelahiran VB kemarin adalah masa yang sangat luar biasa. Kami telah lama menantikan kelahirannya semenjak kami pulang dari Mission Trip di Bromo bulan Juli 2007, waktu itu isteri bergumul mengapa sudah hampir 14 hari lebih ia tidak datang bulan? Jangan-jangan hamil? Begitu kami pulang segera kami cek dan ternyata pada tanggal 17 Agustus 2007, kami baru mengetahui bahwa isteri saya positif hamil. Ya, hamil.... Dan semenjak itulah kami bersukacita dan menaruh pengharapan tentang kehamilan pertama ini. Jujur waktu itu sebenarnya kami sempat guyon kalau mau menunda kehamilan at least 6 bulan dan bahkan kami sempat bercanda bahwa anak kami adalah made in Germany. Karena memang waktu itu kami mendapat undangan untuk melayani di German dalam Konferensi Misi Dunia Mennonite tanggal 28 Agustus – 9 September 2007. Tapi ternyata Tuhan berencana jauh lebih indah dari apa yang dapat kami pikirkan. Tepat tanggal 17 Agustus 2007 yaitu hari Kemerdekaan Republik Indonesia, kami secara khusus juga memekikkan pekik kemerdekaan, MERDEKA, isteriku hamil!!! Positif!!!

Namun 2 hari setelah itu, kami sempat shock ketika pagi hari isteri saya tiba-tiba berteriak di kamar mandi dan saya bergegas menuju ke kamar mandi dengan rasa penasaran, “ada apa sayang?” dan isteri dengan lesu menunjukkan sebongkah gumpalan yang ada di lantai kamar mandi..... Spontan kami berdua tertunduk lesu dan bertanya-tanya, kira-kira itu darah apa ya? Kami berdua sungguh ketakutan, jangan-jangan itu janin yang gugur-kah? Kami saling memandang satu sama lain dan masing-masing mencoba membesarkan hati kami satu sama lain. Singkat cerita kami langsung bergegas mencari dokter kandungan yang terdekat dan bersyukur karena kakak isteri saya yang waktu itu juga sedang mengandung anak pertamanya, mencoba bertanya kepada dokternya kira-kira itu darah apa? Alhasil keesokan harinya, kami berdua langsung berkonsultasi dan menanyakan kemungkinan apa yang terjadi? Setelah USG, puji Tuhan dokter mengatakan, ada kemungkinan darah itu adalah dinding rahim yang gugur, karena kemungkinan isteri saya terlalu lelah. Satu hal yang menghibur kami, dokter mengatakan masih ada kemungkinan janin itu selamat, namun dia mengatakan kami harus kembali lagi 2 minggu sesudah itu.

Dua minggu kemudian, kami dengan berharap namun masih sedikit cemas datang kembali ke dokter kami dan menanyakan bagaimana kira-kira perkembangannya? Setelah USG dokter mengatakan, ”janin kalian sehat”. Puji Tuhan, dia kemudian melanjutkan bahwa isteri harus bed rest total. Tidak boleh banyak bergerak, dan memang demikianlah perjuangan kami untuk menantikan anak pertama kami, sungguh luar biasa bahwa kini kami bisa melihat kemuliaan Tuhan bahwa anak kami yang ternyata adalah seorang puteri boleh datang ke dunia ini dan oleh sebab itu kami menamainya Phoebe Faith Liem. Phoebe artinya adalah terang yang menyinari kegelapan, dan Faith kami ambil karena anak ini benar-benar membentuk dan menantang iman kami lebih lagi, dan Liem adalah nama marga ayah saya.

VB lahir dengan normal di Rumah Sakit Adi Husada pada tanggal 9 April 2008. Senin tanggal 7 April 208, kami berkonsultasi dengan Dr. Iwan Djuanda, dokter kandungan kami yang baru karena dikenalkan oleh seorang sahabat dengan cara yang ajaib pula. Waktu kami memasuki ruangan periksa dokter tersebut kami membaca sebuah pengumuman bahwa Dr Iwan akan berangkat ke Singapore antara tanggal 10 hingga 13 April. Kami agak was-was karena waktu itu kehamilan isteri sudah memasuki usia 9 bulan lebih namun belum ada tanda-tanda kontraksi. Jadi kembali sepulang dari konsultasi tersebut, kami mencoba berkomunikasi dengan bayi di dalam kandungan bahwa besok tanggal 10 Dr Iwan akan pergi, ”mau gak kamu bantu mama, supaya kamu dapat lahir sebelum Dr Iwan berangkat ke Singapore?” Demikian kesaksian isteri saya kemudian, dan ternyata tanggal 8 fajar, isteri saya mulai merasakan kontraksi perlahan, dan pagi harinya jam 10 kami bergegas ke Rumah Sakit Adi Husada, untuk memastikan apakah ini sudah waktunya. Ternyata sesampai di RS, isteri saya hanya bukaan 1, dan setelah berpikir sejenak, kami memutuskan untuk kembali ke rumah sambil menunggu perkembangan kontraksi berikutnya. Tepat pukul 2 pagi tanggal 9 April, tiba-tiba isteri saya membangunkan saya dan berkata, ”mari kita ke Rumah Sakit, aku sudah tidak tahan, rasanya ini sudah waktunya...” demikian ajak isteri saya, dan kami berdua segera meluncur ke RS Adi Husada. Tepat jam 2.30 fajar, kami memutuskan bahwa isteri masuk ke RS. Dan akhirnya, tidak begitu lama, isteri saya sekitar pukul 6.30 mulai mengalami bukaan 5 dan seterusnya hingga bukaan ke-7, dan akhirnya tepat jam 8.20 anak kami VB lahir dengan selamat, wow suatu pengalaman yang sangat luar biasa, bagaimana saya melihat dengan mata kepala sendiri, keajaiban sebuah proses kelahiran. Bagaimana mungkin sebuah sel sperma harus berjuang dengan jutaan sel sperma lainnya hanya untuk bertemu dengan sebuah sel ovarium dan ketika terjadi perjumpaan itu, dalam proses pertumbuhannya mampu menghasilkan seorang anak yang luar biasa. Ya, demikianlah VB boleh datang ke dunia ini dengan berat 3,5 kg dan panjang 49 cm. Satu hal yang luar biasa adalah bahwa untuk pertama kalinya saya menjadi seorang ayah dan demikian dengan isteri saya menjadi seorang ibu. Pagi itu sebagai saksi kelahiran VB, kedua orang tua saya Papa dan Mama dari Kudus juga hadir menemani dan memberi kamu dukungan doa yang nyata. Mereka telah menyelesaikan tugas mereka dengan membesarkan saya dan kedua saudari perempuan saya yang masing-masing dari mereka juga sudah mempunyai momongan masing-masing. Sekali lagi sangat luar biasa, dari dua insan yang saling mengasihi, memadu kasih dan memasuki pernikahan, dan pada akhirnya mereka menjadi oma dan opa. Sungguh luar biasa. Thanks pa and ma. You are great parents.

So, di Rumah Sakit Adi Husada, saya mengucap syukur boleh diperlihatkan kemuliaan Tuhan ketika saya melihat VB lahir secara normal, dan melihat baik isteri dan puteri kami boleh sehat dan tidak kurang suatu apapun. Disinilah saya mulai merasakan betapa kehidupan itu adalah sebuah perjuangan dan kehidupan itu adalah anugerah.

Kini, setelah satu bulan lamanya anak kami mulai menunjukkan pertumbuhannya dan kelucuannya, saya mendengar kabar bahwa papa masuk Rumah Sakit lagi. Mengapa saya katakan masuk Rumah Sakit lagi? Memang papa sebelumnya pernah masuk ke Rumah Sakit untuk beberapa kali. Rasanya masih teringat jelas ketika tahun 2001, papa tiba-tiba harus dioperasi di Jakarta karena jantungnya tersumbat, waktu itu saya sedang menyelesaikan studi teologia saya di STT Amanat Agung Jakarta. Waktu itu jujur adalah masa-masa yang tidak mudah bagi saya, karena realita bahwa papa saya harus dioperasi jantung karena kebiasaannya merokok yang sangat parah. Jadi waktu itu papa harus di-ring di 5 tempat, sungguh tidak mudah membayangkan bahwa di urat jantungnya ditanamkan 5 buah cincin untuk menopang urat jantung supaya tidak tersumpat. Disinilah untuk pertama kalinya saya juga bergumul dengan masa depan keluarga kami waktu itu, bagaimana tidak bergumul? Waktu itu adalah bulan Desember 2001, dan papa pada bulan Januari tahun berikutnya akan dipensiun, jadi sempat saya merenungkan kira-kira bagaimanakah saya harus menghadapi semua tantangan dalam keluarga kami, karena memang saya adalah satu-satunya anak laki-laki dalam keluarga yang tentunya harus memikirkan bagaimana keluarga kami harus berpijak? Satu hal yang waktu itu menjadi kekuatan saya adalah, janji Firman Tuhan yang mengatakan, ”Aku menyertaimu senantiasa sampai kesudahan zaman.” Artinya bahwa Tuhan akan menyertai saya dalam perjalanan hidup saya dalam suasana apapun, janjiNya tidak terbatas hanya untuk saat-saat yang menyenangkan saja, namun juga untuk situasi dimana kadang kita tidak tahu harus berharap kepada siapa, janji Tuhan tetap sama, ”Aku menyertaimu senantiasa sampai kesudahan zaman.” Atau ketika dalam hidup ini kita mengalami ketakutan tentang bagaimana kita menjalani kehidupan yang semakin sulit, firmanNya tetap sama, ”Aku menyertaimu senantiasa sampai akhir zaman.” Dan melalui kebenaran Firman Tuhan inilah saya dapat bertahan hingga hari ini di dalam menjalani kehidupan saya, baik ketika saya masih sendiri, sudah menikah bahkan kini dipercaya menjadi orang tua, janjiNya tetap sama, ”Aku menyertaimu senantiasa sampai akhir zaman.” Bagaimana dengan tantangan sakit-penyakit seperti yang kini sedang dialami papa saya? JanjiNya ternyata tetap, ”Aku menyertaimu senantiasa sampai akhir zaman.” Apa maksud janji Firman Tuhan ini? Apakah Allah akan menyembuhkan setiap penyakit kita, atau sekalipun kita harus mengalami segala penyakit apapun yang mungkin tidak dapat disembuhkan kecuali oleh karena mujizatNya, kita dapat tetap meyakini janjiNya, bahwa Tuhan akan menyertai kita senantiasa sampai akhir zaman? Bagaimana dengan ketakutan kita akan krisis dunia yang semakin menakutkan baik di bidang ekonomi, lingkungan hidup dan keamanan dunia? Apakah janjiNya masih relevan untuk kita percayai? Bagaimana dengan realitas bencana alam, kerusakan bumi, bahkan peperangan dan penyakit yang semakin mematikan? Apakah janji penyertaanNya tetap sama?

Malam ini, duduk di sebelah ranjang papa yang sedang terlelap, saya seolah-olah merasakan kehadiran Allah yang begitu jelas, bahwa Ia ada di sisi saya, bahkan Ia ada di sisi papa saya, sekalipun kami tidak bisa melihat secara kasat mata. Ya, kehadiran Allah adalah nyata, sekalipun kita tidak bisa melihatnya, kehadiran Allah di dalam seluruh ciptaanNya adalah sebuah kehadiran yang tidak terpengaruh oleh situasi hidup apapun. Kehadiran Allah di tengah-tengah umat ciptaanNya adalah sebuah kehadiran yang mutlak, karena tanpa kehadiran Allah di tengah-tengah ciptaanNya, mustahil dunia dan segala isinya akan exist. Tanpa kehadiran dan penyertaan Allah, dunia akan mengalami chaos, tanpa kehadiran Allah dunia dan semua ciptaanNya akan menjadi liar, tidak tahu tujuan hidupnya dan tidak akan pernah dapat memahami realitas keberadaan dirinya dengan benar. Oleh sebab itu, sesungguhnya setiap manusia tidak akan pernah bisa berjalan dengan kekuatannya sendiri, karena pada dasarnya kita ini diciptakan Allah dengan tujuan supaya kita dapat berelasi denganNya. Kita diciptakan untuk sebuah tujuan menikmati keintiman yang sejati dengan Allah, oleh sebab itulah, keberadaan kita adalah membutuhkan Allah di dalam setiap perjalanan hidup kita. Tanpa Allah kita akan tersesat, tanpa Allah kita akan menuju kebinasaan, tanpa Allah kita akan lenyap. Namun dengan pernyertaan Allah kita akan menikmati suatu kesempurnaan yang sejati sebagai ciptaan yang bergantung sepenuhnya kepada Pencipta, bersama dengan Allah, kita akan sampai kepada sebuah keintiman yang sejati dari sebuah relasi antara ciptaan dan Pencipta. Bersama Allah senantiasa, kita akan menikmati perjalanan hidup yang tidak akan terpengaruh oleh situasi apapun karena relasi yang sempurna dengan Allah akan melenyapkan ketakutan kita, relasi yang sempurnya dengan Allah akan menjauhkan kita dari segala bentuk kecemasan akan ketidakmampuan kita untuk menjalani hidup ini dengan kekuatan kita.

Saudara, kita diciptakan untuk kekekalan dan kita diciptakan untuk menjalin relasi yang sempurnya dengan Allah, tidak peduli apapun kondisi kita, baik suka maupun duka, percayalah bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita, karena sekali Ia berjanji untuk menyertai kita, Ia akan melakukannya, karena Ia menciptakan kita untuk kemulianNya. Tidak peduli di gereja, atau di rumah sakit, kita dapat berjumpa dengan Allah karena perjumpaan dengan Allah tidak mengenal tempat dan waktu, perjumpaan dengan Allah adalah oleh karena iman, dimana kita datang kepadaNya melalui sebuah pintu yang telah disediakanNya yaitu melalui Putera TunggalNya Yesus Kristus Sang Juruselamat Dunia yang pernah mengatakan bahwa, ”Akulah Jalan, Kebenaran dan Hidup, barangsiapa tidak melalui Aku ia tidak akan sampai kepada Bapa.” Apakah saudara sudah mengenal Sang Pencipta kehidupan di dalam Yesus? Kalau belum, terimalah Dia sekarang dan jangan tunggu hingga engkau berbaring sakit di rumah sakit dan jangan sampai engkau tidak pernah menggunakan kesempatanmu untuk bertemu denganNya karena barangkalli engkau tidak pernah beroleh kesempatan bertemu denganNya di rumah sakit karena mungkin engkau langsung pergi ke penghakiman kekal, neraka yang kekal. Jangan tunda lagi, datanglah kepadaNya, terimalah anugerahNya yang cuma-cuma. Selamat bertemu Tuhan dan selamat datang di Rumah Kehidupan bersama Allah.

15 Mei 2008

Hari ini papa saya akan keluar dari Rumah Sakit, dan kemarin malam, salah seorang saudara kami yang dirawat di Rumah Sakit yang sama, yang terkena musibah ditabrak motor hingga koma, menghembuskan nafasnya untuk terakhir kalinya di usia yang 74 setelah koma dan dirawat di ICU selama 2 minggu. Dan hari minggu yl, tepatnya tanggal 4 Mei 2008, Tuhan juga telah memanggil hambaNya, Pdt. Em. Andreas Setiawan setelah beberapa kali juga harus keluar masuk Rumah Sakit, sosok guru dan salah seorang pejuang iman yang pernah hadir mengisi sejarah pergerakkan dan pertumbuhan gereja di GKMI, telah berpulang ke Rumah Bapa. Beliau adalah sosok yang sangat dekat di hati kami, yang telah menaburkan benih-benih perjuangan demi Injil Kerajaan Allah, ya Pdt. Andreas Setiawan telah tiada, namun jejak langkah perjuangannya tidak akan pernah sirna oleh waktu, karena jejak langkah itu telah terukir jelas di hati dan memori kami. Ia telah pergi ke dalam Rumah Kehidupan, dan kini tiba waktunya bagi kami untuk terus berkarya dan meneruskan perjuangannya. Selamat jalan Pak Andreas, semangat Bapak akan terus menginspirasi kami semua.

Demikian, ada banyak kisah yang bisa ditulis ketika kita sedang bergumul dengan sakit atau menemani seseorang yang sakit, karena justru di Rumah Sakit ada kalanya kita belajar tentang kehidupan, ada yang lahir, ada yang sembuh setelah sakit, namun ada juga yang berpulang ke Rumah Kehidupan, semuanya mengajarkan tentang hal yang sama: bahwa kehidupan itu adalah anugerah, dan sejauh mana kita menghargai anugerah kehidupan yang Tuhan berikan kepada kita? Mungkin hanya kita yang tahu..... dan juga Tuhan Sang Pencipta Kehidupan yang tahu, karena Dialah yang menentukan kapan kita lahir, kapan kita sakit, dan kapan kita akan mati, Dialah Sang Alfa dan Omega. Mari kita mengisi kehidupan kita dengan berita anugerah dari satu halaman ke halaman berikutnya hingga kisah penutup akan mengakhiri hidup kita. It’s all about Him.


Surabaya, 15 Mei 2008

Phoebe & the Chiandios