Friday, October 3, 2008

Doing the best in life




Hari ini, tepatnya tanggal 4 Oktober 2008, tidak terasa aku boleh menginjak usia yang ke-32 tahun. “Cepat juga ya ternyata, perjalanan hidupku udah sedemikian jauh,” batinku mengatakan demikian. Kalau dipikir-pikir soal sedemikian jauh, aku jujur mulai berpikir iya ya, kalau misalnya aku cuman punya kesempatan hidup 60 tahun untuk hidup, itu berarti kesempatanku untuk berkarya dalam dunia yang glamour, gemerlap, dan gilang gemilang ini tinggal 28 tahun lagi. Wuihhhhh sedikit amat, tinggal separo, a half way already. Artinya tinggal babak kedua, babak pertama udah lewat, bahkan kelebihan 2 tahun sudah. Padahal, kalau aku boleh melihat kehidupanku sejauh ini, ternyata ada banyak hal yang ternyata masih belum aku kerjakan dengan maksimal. I haven’t done my best in life. Sometimes I still play with many things which are far away from doing the best in life. Well, apapun alasannya, waktu kan terus berjalan, detik terus berdetak, tahun terus berganti dan ternyata perjalanan dari satu kronos ke kronos yang lain begitu cepat. Jujur kadang aku agak sedikit membandingkan, gak usah jauh-jauh, kira-kira orang tuaku dulu waktu umur 32 udah ngapain ya? Udah mengerjakan apa dalam hidup mereka? Atau kakek nenek kita tempoe doeloe, kira-kira waktu mereka masih umur 32 tahun mereka udah mengerjakan apa dalam hidup mereka, atau lebih jauh lagi, kira-kira orang-orang yang hebat, yang mengisi sejarah dunia ini pada ngapain waktu mereka berumur 32 tahun ya? Jawaban pertama yang terlintas, aku teringat dua tokoh yang telah mengubah sejarah dunia. Pertama adalah Daud, dari catatan Alkitab jelas dikatakan waktu dia berumur 30 tahun (kira-kira) dia telah ditahbiskan menjadi raja Israel. Jadi dia udah mengawali karier dengan posisi yang ehmm luar biasa kalau kita ukur menurut standar keberhasilan seseorang di usia produktif dengan posisi CEO seperti itu. Yang kedua jelas terpikir di benakku adalah sosok Guru Agung kita, Tuhan Yesus Kristus, di dalam usia antara 30-33 tahun, Dia telah mengerjakan pekerjaan-pekerjaan Allah yang besar, yang mengubah sejarah hidup dunia ini. Ternyata dalam rentang usia 30 tahun-an, dua pribadi ini telah mengerjakan sesuatu yang sangat penting dalam hidup mereka, yaitu mengabdikan hidup mereka bukan untuk diri mereka sendiri tetapi untuk hajat hidup orang banyak, untuk kemanusiaan, berjuang untuk meletakkan fondasi kehidupan peradaban manusia yang penting yaitu mengabdi kepada Allah dan sesama. So, usia 32 tahun menurutku adalah waktu yang memang bukan waktu untuk bersenang-senang lagi, bukan waktu untuk duduk di bangku kuliah lagi, tapi waktu untuk berada di medan pertempuran di rimba peradaban dunia yang semakin keras, menggeliat bahkan berkecamuk semakin hebat. Coba lihat sebentar situasi global dunia hari ini, kira-kira dunia ini akan kemana? Situasi bukannya makin membaik tapi makin menggila…. What do you think guys?

Jadi, di hari ulang tahunku ini, aku benar-benar sedang berpikir keras, “Lord, what is the best things in life that You want me to do?” How can I do best to please You? Apakah pelayanan kepada jemaat-jemaat orang-orang muda adalah yang terbaik, ataukah pelayanan di antara kaum terpingirkan di Surabaya adalah yang terbaik, atau apakah mengajar di sebuah universitas walau cuman part time adalah yang terbaik, ataukah berkotbah, ataukah mengkonseling orang lain, ataukah berkeliling ke berbagai tempat untuk memberitakan FirmanMu ataukah masih ada hal terbaik yang lain yang jauh lebih layak dalam pandanganMu ya Allah? Kadang ketika aku melihat semua yang telah aku kerjakan dan sedang aku kerjakan dalam rentang usia sejauh ini, jujur aku justru telah melihat banyak kegagalan, ada banyak kemalasan, ada banyak kekecewaan, ada banyak kegamangan, ada banyak keputusasaan, ada banyak kebimbangan, ada banyak pergumulan batin yang tidak bisa diungkapkan, ada banyak perasaan almost give up… kalau boleh memilih mungkin melemparkan handuk putih adalah pilihan terbaik. Namun, ketika kurenungkan lagi, ternyata kok aku masih ada disini ya, kok aku udah berjalan sejauh ini,dan aku ternyata tidak jadi menyerah di dalam kesempatan yang lalu, tetapi kenapa aku bisa berjalan sejauh ini?

Well, di saat-saat seperti ini rasanya, Tuhan tidak akan pernah menjawab pertanyaanku, apa yang terbaik di dalam pandangan Tuhan untuk aku kerjakan dengan maksimal di dalam kehidupan? Karena ternyata Tuhan tidak peduli dengan seberapa hebatnya kita, Tuhan tidak mempermasalahkan seberapa banyak karya yang telah kita kerjakan dalam hidup kita, seberapa banyak harta yang berhasil kita kumpulkan, seberapa banyak posisi dan kursi kepemimpinan yang sudah kita duduki, Tuhan tidak pernah bertanya berapa banyak bahkan jiwa yang sudah kita menangkan? Atau impian dan idealisme kita tentang keberhasilan, kesuksesan, dan kebermaknaan yang sejati dalam kehidupan ini, karena ternyata Tuhan justru peduli dengan seberapa jauh kesetiaan kita kepadaNya, seberapa lama kita mau duduk di kakiNya, seberapa tulus kita menyembahNya bukan hanya di tempat-tempat ibadah yang formal dan ritualistik, namun seberapa besar mampu menerjemahkan kasih kita kepada Allah yang total itu kepada sesama kita? Ya, pada saat kita menyembah Allah pada saat yang sama kita harus mengasihi sesama, pada saat kita berjuang untuk menghasilkan sesuatu bagi Allah, pada saat yang sama panggilan itu harus terwujud dalam tindakan kasih kepada sesama. Lalu apakah artinya kita harus mengejakan sesuatu dengan sebaik-baiknya, bukankah mengembangkan talenta atau karunia atau kemampuan kita di segala bidang itu adalah untuk kemuliaan Allah? Benar, itu semua benar, belajar hingga S3, mengembangkan karier sampai puncak-puncak kekuasaan adalah baik, namun benarkah ketika kita mencapai semua itu, terbesit di dalam hati kita bahwa kita sedang melakukan itu semua untuk Allah? Untuk kemuliaan Allahkah? Atau kalau kita mau jujur ternyata kita melakukan semua itu hanya untuk diri kita, hanya untuk memuaskan ambisi kita, hanya untuk membuktikan bahwa aku mampu, aku ternyata bisa, aku ternyata dapat melakukan ini itu, bahkan dengan kekuatanku yang luar biasa tersebut? Saudara, pada saat kita mengatakan demikian maka, ternyata kita sedang mengatakan kepada Tuhan, ternyata aku bisa mengerjakan hal-hal yang besar dalam kehidupan ini, aku layak dapat kemuliaanMu, aku layak Engkau puji, aku layak Engkau hargai, karena aku telah berhasil mencapai semua yang Engkau ingin aku kerjakan dalam kehidupan ini.

Saudara pada saat kita mengatakan bahwa kita sudah melakukan yang terbaik, sebenarnya kita belum melakukan apa-apa, karena kita masih ada dalam batas-batas kemanusiaan kita, batas-batas keegoisan kita, batas-batas kemampuan manusia yang terbatas. Sesungguhnya ketika kita berniat untuk melakukan yang terbaik di dalam hidup kita namun pada saat yang sama kita gamang karena kelemahan kita, disanalah pintu anugerah dan kuasa Allah yang tidak terbatas akan turun atas kita. Pada saat kita ragu akan kuasa dan kemampuan kita ang terbatas, maka kuasa adikodrati akan dinyatakanNya. Kuasa dan anugerah serta penyertaan Allah yang kekal akan menolong kita untuk mengerjakan hal-hal yang mungkin di mata dunia adalah hal-hal yang konyol, tidak masuk akal, mustahil, namun bagi Allah semuanya mungkin. So, berarti apa kesimpulan dari ini semua? Bagaimana kita bisa mengerjakan yang terbaik dalam hidup ini? Ternyata ukuran keberhasilan itu bukan ada pada kita, tapi ada pada Allah, ingat bahwa kita adalah ciptaan dan Dialah Sang Pencipta, kita adalah pengisi sejarah, sedangkan Dia adalah Pencipta sejarah, kita adalah pelaksana peradaban, Allah adalah Alfa dan Omega, yang berhak mengakhiri peradaban. So, doing the best in life cannot separate from His Master Plan, His Perfect Plan, His Mistery of Life. Untuk mengetahuinya kita perlu datang kepadaNya dengan rendah hati, kita perlu bertanya kepadaNya dengan menyadari keterbatasan kita, kita perlu hikmat dariNya dengan mengatakan bahwa kita terlalu bodoh, kita perlu pengakuanNya bahwa tanpaNya kita tidak bisa melakukan apa-apa, kita membutuhkan anugerah dan kuasaNya untuk mengerjakannya karena kita adalah orang berdosa yang membutuhkan pengampunan dan penerimaan. Sama seperti Musa yang menerima panggilan Allah untuk mambawa bangsa Israel keluar dari Mesir setelah berulang kali mengakui ketidakmampuannya, Allah bertanya, “what do you have in your hand?” , “use it for My sake” . Sama seperti seorang anak kecil yang mempersembahkan lima roti dan dua ikan yang dipersembahkan kepada Allah, dapat berlipat kali ganda untuk kemuliaanNya. Sama seperti hamba yang mengembangkan talentaNya, mereka didapati setia dan benar, demikianlah, mengerjakan sesuatu yang terbaik dalam hidup adalah tentang mendengar panggilanNya, mengerjakan dengan maksimal apapun juga yang dipercayakan kepada tangan kita untuk mengerjakannya sekarang sampai kapanpun, dan setia mengerjakan panggilan itu sampai akhir hidup kita, sampai mati, sampai tetelestai, sampai penghabisan, sampai batas-batas kekuatan dalam diri kita akan lenyap, disitulah akhir dari kisah sejarah hidup kita akan mencapai kata penutup, dan Allahlah yang akan mengisinya dengan kata-kata, “anakKu, Aku bangga kepadamu, bukan karena hal apapun yang pernah kau kerjakan selama hidupmu, tapi karena Aku mengenalmu, dan Aku telah menebusmu kembali dengan darahKu, dan Aku bangga kepadamu karena engkau setia mengikuti panggilan dan jalan-jalanKu, kini masuklah dalam kebahagiaan yang kekal, Aku bangga karena engkau mengasihiku dan menyerahkan seluruh hidupmu kepadaKu, dan hanya kepadaKu.”
It’s all about Him.

October 4th, 2008 © Christopher Andios

1 comment:

Fifi said...

Andios, happy birthday ya.....
Tak terasa ya... Kita kenal uda 13 tahun. Kemarin ada teman bertanya "fi, loe uda brp lama loe tinggal di jakarta" Aku jawab uda 13 taon lebih. Trus baca artikel loe hari ini jadi inget masa2 dulu kuliah he...he... Banyak hal yg membentuk kita. Salah satu yang paling indah adalah masa-masa dulu kita pelayanan bareng.

So, aku percaya tiap hari itu pasti bertambah indah. Dengan segala kebaikan, masalah, kerikil, tertawa, air mata. Banyak hal yang membuat kita tetap bisa dan selalu bersyukur :)

Salam untuk vb dan chialis....